Artikel Umum

Pendidikan masih Business as Ussual

Dipublikasikan pada : 6 Februari 2020.

Pada sebuah diskusi, disinggung wacana etika profesionalisme guru. Kemudian, seorang guru senior yang telah mengajar lebih dari dua puluh tahun berkata, “Kita semua sudah tahu, bahwa teori pendidikan dimanapun pasti mengarah pada satu tujuan ideal, termasuk etika profesionalisme guru. Tapi dalam dunia praktis, kita semua juga sudah memahami bahwa teori tersebut tidak mungkin terlaksana sepenuhnya. Karena, inilah Indonesia Raya”. Di satu sisi ada benarnya, tapi secara pribadi perkataan tersebut terasa mengganggu.

 

Wacana etika profesionalisme guru berhembus kencang sejak UU No. 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disahkan DPR-RI. Guru yang selama ini dinilai sebagai profesi nomor dua, kini dituntut untuk mampu tampil ke depan. Guru menjadi profesi yang sangat digandrungi dan menjadi target incaran para lulusan lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan, bahkan lulusan lembaga pendidikan non kependidikan sekalipun. Universitas yang menyelenggarakan FKIP dan jurusan kependidikan dipenuhi para mahasiswa yang hendak memperoleh pengakuan legal dan akademis sebagai guru.

 

Guru telah memberi warna dalam dunia pendidikan di negara ini. Sejak zaman kerajaan, kolonial, hingga pasca kemerdekaan yang melewati serangkaian pergantian orde pemerintahan. Proses pendidikan tak mungkin dipisahkan dari tenaga guru. Kehadirannya menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan, gurulah yang langsung bersentuhan dengan peserta didik setiap hari dan paling memahami pencapaian proses pendidikan setiap peserta didik. Tidak hanya pada satu jenjang pendidikan, tapi seluruh jenjang san satuan pendidikan. Ketersediaan guru menjadi bagian penting proses pendidikan.

 

Seiring perkembangan waktu dan tuntutan zaman, terjadi perubahan paradigma mengenai profesi guru. Persepsi bahwa guru adalah pusat pembelajaran kini telah bergeser, karena subjek utama proses pendidikan sekarang adalah siswa. Dulu, guru adalah sosok yang begitu dihormati masyarakat, karena segala tingkah laku dan keilmuannya menjadi rujukan utama dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga lahirlah ungkapan bahwa guru adalah sosok yang harus digugu (diturut) dan ditiru. Kini, masyarakat memiliki pandangan yang lebih kritis. Guru dituntut untuk memenuhi berbagai kriteria dan kompetensi untuk memperoleh pengakuan sebagai guru profesional. Namun, dengan berbagai latar belakang dan situasi geososial yang ada di negeri ini, tidak semua guru dengan serta merta diakui sebagai guru profesional.

 

Setelah lahirnya UU No. 20/ 2003 tentang Sisdiknas, terbitlah PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Lebih lanjut, legislatif mengesahkan Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dampak terhadap profesi guru dari adanya peraturan tersebut adalah adanya program sertifikasi guru yang kini gencar dilaksanakan di seluruh Indonesia. Pemerintah pun menggandeng perguruan tinggi sebagai mitra, supaya mampu menggenjot profesionalisme guru hingga mencapai taraf yang diharapkan dan dinilai layak untuk menyandang sertifikat guru profesional.

 

Pasca beberapa gelombang sertifikasi, banyak guru yang telah memperoleh sertifikat sebagai guru profesional. Dengan tunjangan yang dilipatgandakan, banyak guru yang berlomba-lomba untuk segera menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu. Walaupun tidak semua guru yang bersertifikat profesional tersebut benar-benar memenuhi standar kriteria sebagaimana guru profesional yang sejati. Sehingga perkataan salah satu guru senior diatas mungkin ada benarnya.

 

Etika profesionalisme guru dan pendidikan adalah bagian penting dalam proses pembangunan negara ini. Pendidikan adalah alat transformasi peradaban manusia. Tidak ada satupun bangsa yang dapat bergerak maju tanpa diiringi proses pendidikan yang memadai bagi seluruh masyarakatnya. Di sisi lain, tak ada proses pendidikan yang berjalan dengan sempurna tanpa tenaga guru-guru yang benar-benar memiliki integritas tinggi dan memiliki profesionalisme yang mantap.

 

Pendidikan bukanlah sekedar business as ussual (urusan kebiasaan semata). Pendidikan adalah proses yang membentuk, membangun dan menyadarkan manusia supaya dapat hidup sebagaimana manusia. Berbagai peradaban besar di dunia berdiri megah diatas prakarsa manusia-manusia hebat yang mampu memperhitungkan berbagai detil dampak dan proses pembangunan peradaban tersebut. Pendidikan adalah urusan untuk menyiapkan generasi yang akan menggantikan generasi saat ini. Dimana kita dapat memberikan estapet pembangunan negara ini untuk berdiri lebih kokoh diatas pijakannya sendiri.

 

Profesionalisme guru adalah hal yang mutlak. Di tangan dingin para guru yang profesional kita bisa berharap anak-anak memperoleh pendidikan yang mampu membuat mereka benar-benar menjadi manusia yang kuat dalam berprinsip, tekun dalam bekerja serta santun dalam pergaulan. Profesionalisme tidak bisa hanya mengandalkan data kuantitatif sertifikasi, tapi menuntut tanggung jawab guru yang bersangkutan secara pribadi. Karena, masa depan bangsa terletak pada bagaimana guru mengajar, membimbing dan melatih anak-anak kita.

 

Terlalu besar pertaruhan yang kita lakukan, jika membiarkan pendidikan dipandang hanya sebatas kebiasaan semata. Pendidikan adalah kesempatan dan tantangan yang harus kita jawab dengan penuh tanggung jawab dan keseriusan, tanpa mengabaikan potensi unik dan minat peserta didik. Sudah waktunya kita membangkitkan pendidikan menuju arah yang lebih baik, tak hanya mengejar target kurikulum tapi berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar berbagai arena pertarungan prestasi di tingkat global.

Penulis adalah Dosen Pendidikan Masyarakat

Fakultas Ilmu Pendidikan

IKIP Siliwangi

id_IDIndonesian